Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

JIKA SUAMI-MU PELIT AMBIL SAJA UANGNYA SECUKUPNYA TANPA SEPENGETAHUAN DIA

JIKA SUAMI MU PELIT AMBIL SAJA UANG NYA TANPA SEPENGETAHUAN DIA, AMBIL SECUKUPNYA UNTUK NAFKAH DIRI MU DAN ANAK-ANAKMU SESUAI STANDAR KEBUTUHAN



Ditulis oleh Abu Haitsam Fakhry

KAJIAN NIDA AL-ISLAM


Bismillah:


Nafkah adalah kewajiban suami, dan hak istri adalah mendapatkan nafkah yang cukup dari suaminya meskipun sang istri tsb kaya raya . Jika Suaminya pelit merekicit maka sang istri dibolehkan untuk mengambil uang suaminya tanpa sepengetahuannya sesuai kebutuhan dirinya dan orang-orang yang dalam tanggungan nafkah suami, seperti anak, pembantu dan lainnya .

Berikut ini dalil-dalilnya:

Pertama: Hadits Riwayat Muslim:

عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ دَخَلَتْ هِنْدٌ بِنْتُ عُتْبَةَ امْرَأَةُ أَبِي سُفْيَانَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَبَا سُفْيَانَ رَجُلٌ شَحِيحٌ لاَ يُعْطِينِي مِنَ النَّفَقَةِ مَا يَكْفِينِي وَيَكْفِي بَنِيَّ إِلاَّ مَا أَخَذْتُ مِنْ مَالِهِ بِغَيْرِ عِلْمِهِ ‏.‏ فَهَلْ عَلَىَّ فِي ذَلِكَ مِنْ جُنَاحٍ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ‏ "‏ خُذِي مِنْ مَالِهِ بِالْمَعْرُوفِ مَا يَكْفِيكِ وَيَكْفِي بَنِيكِ ‏"‏ ‏

Dari Aisyah RA, dia berkata: Hindu binti 'Utba, istri Abu Sufyan, datang kepada Rasulullah (saw) dan berkata:

“Abu Sufyan adalah orang yang sangat kikir. Dia tidak memberikan nafkah yang cukup untukku dan anak-anakku, tetapi (aku terpaksa) mengambil dari hartanya (sebagian) tanpa sepengetahuannya. Apakah ada dosa untukku?”.

Kemudian Rasulullah SAW bersabda: “Ambillah dari hartanya dengan cara yang ma’ruf (sesuai standar kebutuhan) apa yang mencukupi dirimu dan mencukupi anak-anakmu. (HR. Muslim no. 4574).

Kedua: hadits Riwayat Bukhori:

Dari Aisyah radliallahu 'anha:

أَنَّ هِنْدًا قَالَتْ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَبَا سُفْيَانَ رَجُلٌ شَحِيحٌ فَأَحْتَاجُ أَنْ آخُذَ مِنْ مَالِهِ قَالَ خُذِي مَا يَكْفِيكِ وَوَلَدَكِ بِالْمَعْرُوفِ

Bahwa Hindun binti Utbah berkata kepada Nabi SAW; "Abu Sufyan itu orangnya sangat pelit, maka aku perlu mengambil hartanya (tanpa sepengetahuannya)!"

Nabi menjawab: "ambillah yang mencukupimu dan anak-anakmu dengan cara yang ma'ruf (sesuai standar)!" (HR. Bukhori no. 6644)

Ketiga: hadits Riwayat Bukhori dan Muslim:

Dari 'Urwah bin Zubair: bahwasanya 'Aisyah radliyallahu'anhuma berkata:

إِنَّ هِنْدَ بِنْتَ عُتْبَةَ بْنِ رَبِيعَةَ قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا كَانَ مِمَّا عَلَى ظَهْرِ الْأَرْضِ أَهْلُ أَخْبَاءٍ أَوْ خِبَاءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ أَنْ يَذِلُّوا مِنْ أَهْلِ أَخْبَائِكَ أَوْ خِبَائِكَ شَكَّ يَحْيَى ثُمَّ مَا أَصْبَحَ الْيَوْمَ أَهْلُ أَخْبَاءٍ أَوْ خِبَاءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ يَعِزُّوا مِنْ أَهْلِ أَخْبَائِكَ أَوْ خِبَائِكَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَيْضًا وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَبَا سُفْيَانَ رَجُلٌ مِسِّيكٌ فَهَلْ عَلَيَّ حَرَجٌ أَنْ أُطْعِمَ مِنْ الَّذِي لَهُ قَالَ لَا إِلَّا بِالْمَعْرُوفِ

Sesungguhnya Hindun binti 'Utbah bin Rabi'ah RA berkata;

'Ya Rasulullah, dahulu tak ada penghuni rumah di muka bumi yang lebih aku sukai utuk dihinakan daripada penghuni rumah-rumahmu, Namun hari ini tak ada satu pun penghuni rumah yang lebih aku sukai untuk dimuliakan, daripada penghuni rumahmu.'

Rasulullah SAW menjawab: "demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, (mungkin kamu punya masalah yang lain)?"

Hindun RA berkata; 'Ya Rasulullah, Abu Sufyan adalah suami yang sangat kikir, apakah aku berdosa jika memberi makan (orang-orang dalam tanggungannya) dari hartanya (tanpa sepengetahuannya)? '

Nabi menjawab; "Tidak berdosa, asalkan ma'ruf (sewajarnya)."

(HR. Bukhori no. 6150, 6628, 7161 dan Muslim no. 1714) .

Dalam Lafadz lain:

Dari 'Urwah bin az-Zuabir bahwasanya Aisyah radliallahu 'anha mengatakan:

جَاءَتْ هِنْدُ بنْتُ عُتْبَةَ بنِ رَبِيعَةَ فَقالَتْ: يا رَسولَ اللَّهِ، واللَّهِ ما كانَ علَى ظَهْرِ الأرْضِ أهْلُ خِبَاءٍ أحَبَّ إلَيَّ أنْ يَذِلُّوا مِن أهْلِ خِبَائِكَ، وما أصْبَحَ اليومَ علَى ظَهْرِ الأرْضِ أهْلُ خِبَاءٍ أحَبَّ إلَيَّ أنْ يَعِزُّوا مِن أهْلِ خِبَائِكَ، ثُمَّ قالَتْ: إنَّ أبَا سُفْيَانَ رَجُلٌ مِسِّيكٌ، فَهلْ عَلَيَّ مِن حَرَجٍ أنْ أُطْعِمَ مِنَ الذي له عِيَالَنَا؟ قالَ لَهَا: لا حَرَجَ عَلَيْكِ أنْ تُطْعِمِيهِمْ مِن مَعروفٍ.

Hindun binti Utbah bin Rabi'ah datang dan berkata;

'Wahai Rasulullah, dahulu tidak ada penghuni rumah diatas bumi yang lebih saya sukai untuk dihinakan selain penghuni rumahmu, kebalikannya sekarang, tidak ada penghuni rumah diatas bumi yang lebih saya sukai untuk dimuliakan selain penghuni rumahmu, '

Kemudian Hindun binti Utbah berkata lagi;

'Sesungguhnya abu Sufyan orangnya sangat pelit, apakah saya berdosa jika memberi makan orang-orang yang menjadi tanggungan kami (dengan mengambil hartanya tanpa sepengetahuannya?) '

Nabi menjawab: "Tidak masalah atas dirimu, kau memberi makanan untuk mereka, asalkan dengan ma'ruf (cara wajar). (HR. Bukhori no. 7161 dan Muslim no. 1714)

FIQIH HADITS: 

فنفقة الزوجة لا تسقط بغناها, ولا بعملها, ما لم يشترط عليها الزوج أن تنفق على نفسها -مثلًا- مقابل إذنه لها بالخروج إلى العمل؛ إذ من حقه منعها من الخروج من بيته, فإن لم يشترط عليها ذلك, وأذن لها في العمل, فإن نفقتها لا تسقط عنه وعليه أداؤها، ولو منعها إياها واستطاعت الوصول إليها دون علمه فلها أخذ مقدار نفقتها بالمعروف

“Kewajiban suami memberi nafkah kepada istri itu tidak hilang meskipun istrinya kaya atau bekerja selama sang suami tidak mensyaratkan pada istrinya untuk menafkahi dirinya jika dia bekerja di luar – misalnya - sebagai imbalan atas idzinnya untuk pergi bekerja. Karena itu adalah hak suami untuk melarang istri keluar dari rumah .

Jika suami tidak mensyaratkannya, dan dia mengizinkannya untuk bekerja, maka kewajiban nafkah kepada istrinya tetap tidak hilang dan dia tetap harus memberikannya. Lalu jika suami tidak mau memberinya nafkah, namun sang istri mampu untuk mengambilnya tanpa sepengetahuannya, maka sang istri berhak mengambil jatah nafkahnya dalam batas yang wajar “.

Syeikh Muhmmad bin Muhammd al-Mukhtaar asy-Syinqithi dalam kitabnya “شرح زاد المستقنع” 3/334 berkata:

فيه فوائد:

منها: وجوب النفقة على الزوج، ولذلك استحقت المرأة أن تأخذ من ماله قدر ما يجب عليه أن ينفق.

ومنها: أنه استدل به بعض العلماء على أن العبرة في النفقة بالزوجة لا بالزوج؛ لأنه قال: (ما يكفيك وولدك)، فجعل الأمر راجعاً إلى الزوجة
وصورة المسألة: لو كانت الزوجة غنية والزوج فقيراً، فهل ينفق عليها نفقة الفقير، أو نفقة الغني؟
إذا قلنا: العبرة بالزوجة فإنه ينفق نفقة الغني، وإن قلنا: العبرة بالزوج فإنه ينفق نفقة الفقير .......
 وأن الصحيح: أن الزوج ينفق نفقته هو، إن كان غنياً أنفق نفقة الغنى، وإن كان فقيراً أنفق نفقة الفقر؛ لكن هذا الحديث استدل به من يقول: إذا أمرنا الزوج أن ينفق فالواجب عليه أن ينفق على حسب حال زوجته، لا على حسب حاله هو؛ لأن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال لها: (خذي من ماله ما يكفيك وولدك بالمعروف)، فجعل الأمر راجعاً إلى كفايتها هي، وأن العبرة بها لا بالزوج. (شرح زاد المستقنع 3/334 . المؤلف: محمد بن محمد المختار الشنقيطي)

Di dalam hadits ini ada faidah-faidah:

Antara lain: kewajiban nafkah atas suami, oleh karena itu wanita berhak mengambil dari hartanya sebanyak yang harus ia belanjakan.

Dan diantaranya lagi:

Sebagian ulama berpendapat bahwa yang menjadi standar ukuran dalam nafkah adalah istri, bukan suami; karena beliau SAW bersabda: (Apa yang cukup untukmu dan anakmu), maka beliau menjadikan perkara ini kembali kepada istri .

Dan gambaran masalahnya: Jika istri kaya dan suaminya miskin, apakah suami memberi nafkah untuk istrinya nafkah orang miskin, atau nafkah orang kaya?
Jika kita mengatakan: standarnya adalah istri, maka dia wajib menafkahinya dengan nafkah standar orang kaya .

Dan jika kita mengatakan: standarnya adalah suami, dia wajib menafkahinya dengan nafkah standar orang miskin. 

Dan yang Shahih dan benar: bahwa suami wajib memberikan nafkah dengan nafkah standar dirinya, jika sang suami kaya maka dia wajib menafkahinya dengan nafkah standar orang kaya, dan jika dia miskin maka dia wajib menafkahinya dengan nafkah standar orang miskin.

Tetapi hadits ini di jadikan dalil oleh orang-orang yang mengatakan: Jika kami memerintahkan sang suami untuk menafkahinya, maka ia harus menafkahinya sesuai dengan kondisi istrinya, bukan disesuaikan dengan kondisinya sendiri. Karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepadanya: (Ambillah dari uangnya apa yang cukup untukmu dan anakmu dengan cara yang sesuai standar). Beliau SAW menjadikan perkara ini dengan merujuk kapada yang mencukupi istrinya . Maka yang jadi standar adalah istrinya, bukan suaminya .

Alhamdulillah
Semoga bermanfaat
 

Posting Komentar

0 Komentar